Hukum Air yang Telah Tercampur Benda Lain
Pada pembahasan sebelumnya, telah kita ketahui bahwa air yang sah digunakan untuk bersuci, baik itu untuk mengangkat hadas atau menghilangkan najis adalah air mutlak saja, tidak bisa menggunakan jenis air yang lain. Air yang zatnya suci belum tentu bisa digunakan untuk bersuci, misalnya air musta’mal dan air yang sudah tercampur benda suci lain.
Pada pembahasan kali ini kita akan mengulas sedikit tentang air yang telah bercampur dengan benda yang lain.
Disebutkan dalam kitab al-Muqaddimah al-Hadramiyyah,
فَإِنْ تَغَيَّرَ طَعْمُهُ أَوْ لَوْنُهُ أَوْ رِيْحُهُ تَغَيُّرًا فَاحِشًا بِحَيْثُ لَا يُسَمَّی مَاءً بِمُخَالِطٍ طَاهِرٍ يَسْتَغْنِي الْمَاءُ عَنْهُ، لَمْ تَصِحَّ الطَّهَارَةُ بِهِ
“Jika air suci dan mensucikan berubah rasa atau warna atau baunya dengan perubahan yang banyak yang menyebabkan air tersebut tidak bisa lagi disebut air secara mutlak yang perubahan tersebut disebabkan oleh bercampurnya benda suci yang mudah dihindari oleh air, maka tidak sah bersuci dengan air (yang telah berubah ) tersebut.” (al-Muqaddimah al-Hadramiyyah, hlm. 53)
Ketika air mutlak bercampur dengan benda suci, tidak lepas dari dua keadaan:
1. Air tetap dalam kondisi aslinya: Air tidak mengalami perubahan salah satu dari tiga sifat yaitu rasa, warna, atau baunya. Pada kondisi ini air tetap dinamakan air mutlak yang bisa digunakan untuk bersuci. Misalnya kita mempunyai air suci yang kemasukan sedikit sabun akan tetapi tidak menyebabkan perubahan sama sekali pada air tersebut, maka status air tetap pada hukum asalnya yaitu suci dan mensucikan.
2. Air mengalami perubahan: Baik itu yang berubah rasanya saja, warnanya saja, atau baunya saja. Perubahan tersebut bisa jadi perubahannya sedikit atau perubahannya banyak.
(A) Perubahan yang sedikit pada air:
Jika perubahan pada air tersebut hanya sedikit sehingga masih tetap dinamakan air, maka tetap bisa digunakan untuk bersuci.
(B) Perubahan yang banyak pada air:
Jika perubahan tersebut banyak, yang menyebabkan air tersebut tidak bisa disebut lagi sebagai air secara mutlak, maka air tersebut sudah tidak bisa digunakan lagi untuk bersuci meskipun air tersebut tetap suci zatnya dikarenakan benda yang mencampurinya adalah benda suci.
Misalnya:
Kita mempunyai air suci yang kemasukan teh, maka kita lihat perubahan yang terjadi pada air tersebut. Jika berubahnya sedikit sehingga air tersebut tidak berubah namanya, masih kita sebut air saja, maka status air tetap pada hukum asalnya, bisa digunakan untuk bersuci.
Adapun jika perubahannya banyak sehingga air tersebut bisa kita sebut air teh, maka sudah tidak bisa digunakan lagi untuk bersuci.
Perubahan sifat air yang teranggap hanyalah tiga sifat saja yaitu rasa, warna, atau bau. Adapun selain tiga sifat ini, tidaklah teranggap, seperti sifat dingin atau panas. (Hasyiah as-Syarqawi I/34)
Jika ragu-ragu apakah perubahan yang terjadi pada satu air itu sedikit atau banyak, maka dihukumi perubahan tersebut sedikit karena mempertahankan hukum asal air yaitu suci dan mensucikan. (al-Minhaj al-Qawim, hlm. 32)
Dalil yang menunjukkan bahwa perubahan sedikit tidaklah mempengaruhi status air adalah perbuatan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berwudhu dari wadah yang masih nampak ada bekas adonan roti. Disebutkan dalam hadits,
عَنْ أُمِّ هَانِئٍ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اِغْتَسَلَ هُوَ وَمَيْمُونَةُ مِنْ إِنَاءٍ وَاحِدٍ فِي قَصْعَةٍ فِيهَا أَثَرُ الْعَجِينِ
“Dari Ummu Hani’ radhiyallahu ‘anha, sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mandi bersama Maimunah dari satu wadah yang besar yang terdapat di dalamnya ada bekas adonan roti.” (HR. an-Nasa’i: 240)
Perubahan yang Tidak Mempengaruhi Status Air
Pada asalnya jika air bercampur dengan benda suci sehingga mengalami perubahan yang banyak, maka status air berubah menjadi tidak mensucikan meskipun zatnya tetap suci. Namun ada perubahan air yang tidak mempengaruhi status air sehinnga air tetap suci dan mensucikan dikarenakan sebab-sebab berikut:
Pertama: Perubahan tersebut sulit dihindari.
Kedua: Perubahan karena percampuran yang tidak menyatu.
Ketiga: Perubahan yang disebabkan oleh tanah dan garam laut.
Perubahan yang Sulit Dihindari
Jika air mengalami perubahan walaupun perubahan air tersebut adalah perubahan yang banyak karena disebabkan bercampurnya dengan benda-benda yang sulit dijauhkan dari air, maka perubahan tersebut tidak mengubah status air, sehingga air tersebut tetap disebut sebagai air suci dan mensucikan.
Syaikh asy-Syarqawi mengatakan,
وَالضَّابِطُ أَنَّ مَا يُمْکِنُ التَّحَرُّزُ عَنْهُ غَالِبًا يَضُرُّ التَّغَيُّرُ الْکَثِيْرُ بِهِ وَمَا لَا فَلَا
“Kaedahnya adalah jika benda tersebut termasuk benda yang umumnya memungkinkan untuk dihindarkan dari air, maka perubahan yang banyak akan mempengaruhi status air. Adapun jika benda tersebut tidak memungkinkan (sulit) dihindari, maka tidak mempengaruhi status air.” (Hasyiah asy-Syarqawi I/33)
Berikut di antara contoh perubahan yang sulit dihindari tersebut:
- Berubahnya air karena menggenang dalam waktu lama sehingga aroma air mengalami perubahan.
- Perubahan dikarenakan bercampur dengan lumut secara alami walaupun lumut tersebut hancur. Jika percampuran tersebut tidak alami namun sengaja dilakukan dengan menaruhnya pada air maka akan mempengaruhi status air jika lumutnya hancur. Namun jika tidak hancur maka air tetap berstatus suci dan mensucikan. (al-Minhaj al-Qawim, hlm. 32 ).
- Berubahnya air karena sebab wadahnya atau salurannya. Wadah yang ditempati air seperti kolam, bak mandi, ember, tandon dan yang lainnya serta tempat air mengalir seperti sungai yang tentunya bercampur dengan benda-benda lain, pipa saluran air, selang air dan yang lainnya, ini semua tidak mengubah status air karena sulitnya bagi air untuk menghindarinya.
- Dedaunan yang jatuh dengan sendirinya walaupun hancur. Namun jika sengaja dijatuhkan maka akan mempengaruhi status air jika telah hancur, lain halnya jika tidak hancur maka tidak mengapa karena percampurannya tidak menyatu dengan air. Adapun jika yang jatuh ke air adalah buah dari pohon yang tumbuh di dekat air, maka bisa merubah status air menjadi suci namun tidak mensucikan jika air mengalami perubahan, baik buah tersebut jatuh dengan sendirinya atau sengaja dilemparkan ke air. (I’anatut Thalibin I/55 )
Perubahan Air karena Percampuran yang Tidak Menyatu
Jika perubahan air disebabkan bercampur dengan benda suci lain dengan percampuran yang tidak menyatu, maka tidak mempengaruhi status air sehingga tetap bisa digunakan untuk bersuci walaupun perubahan yang terjadi tersebut adalah perubahan yang banyak.
Yang dimaksud dengan percampuran yang tidak menyatu adalah bisa dibedakan antara air dan benda suci lain yang menyampurinya setelah terjadi perubahan atau benda lain tersebut bisa dipisahkan dengan air setelah mengalami perubahan.
Al-‘allamah Zainuddin al-Malibari mengatakan,
وَخَرَجَ بِقَوْلِي بِخَلِيْطِ الْمُجَاوِرِ وَهُوَ مَا يَتَمَيَّزُ لِلنَّاظِرِ كَعُوْدٍ وَدُهْنٍ وَلَوْ مُطَيَّبَيْنِ
“Yang bukan ‘mukhalith’ (menyatu) adalah ‘mujawir’ (tidak menyatu) yaitu bisa dibedakan oleh orang yang melihatnya, seperti kayu dan minyak meskipun keduanya memiliki aroma wangi buatan.” (Fathul Mu’in, hlm. 20)
Bentuk Percampuran yang Tidak Menyatu Ada Dua Macam:
1. Benda tersebut masuk ke dalam air kemudian menyebabkan perubahan semua sifat atau salah satunya dengan perubahan yang banyak pada air, seperti kayu gaharu, minyak, kapur barus yang padat (keras), dan yang lainnya. Benda-benda ini bisa dipisahkan dari air setelah terjadi perubahan.
2. Benda tersebut tidak masuk ke dalam air namun hanya terletak berdekatan dengan air. Karena bau dari benda tersebut sangat kuat sehingga menyebabkan bau air berubah seperti bau benda tersebut. Contohnya jika air ditempatkan di dalam lemari es berdekatan dengan benda lain yang baunya menyengat sehingga bau air berubah banyak.
Perubahan Air yang Disebabkan Bercampur dengan Tanah atau Garam Laut
Air yang mengalami perubahan disebabkan bercampurnya dengan tanah atau garam laut, juga tidak mempengaruhi status air.
Syeikhul Islam Zakariya al-Anshari mengatakan,
فَمُتَغَيِّرٌ بِمُخَالِطٍ طَاهِرٍ مُسْتَغْنًى عَنْهُ تَغَيُّرًا يَمْنَعُ الاِسْمَ غَيْرُ مُطَهِّرٍ لَا تُرَابٍ وَمِلْحِ مَاءٍ وَإِنْ طُرِحَا فِيْهِ
“Air yang berubah dikarenakan bercampur dengan benda suci yang menyatu dan benda yang bisa dihindarkan dari air sehingga tidak bisa disebut lagi air, maka hal ini menyebabkan air tidak bisa mensucikan lagi. Berbeda halnya jika yang mencampurinya tanah atau garam laut meskipun keduanya sengaja dimasukkan ke dalam air.” (Manhajut Thullab, hlm. 5)
Beliau, Syeikhul Islam Zakariya al-Anshari mengatakan bahwa sebab tidak berpengaruhnya tanah dan garam laut terhadap perubahan air adalah untuk memudahkan hamba atau karena perubahan yang disebabkan oleh tanah hakikatnya hanyalah keadaan keruh saja. Adapun garam laut, karena terbentuk dari air sehingga tidak bisa mempengaruhi nama air. (Fathul Wahab, hlm. 5)
Allahu a’lam
Penulis: Ustadz Agus Waluyo